WARTAKINIAN.COM - Enam bulan sudah berlalu sejak tragedi memilukan di rel kereta Tambun–Bekasi yang merenggut nyawa remaja berusia 16 tahun, Dzaky Mubarok. Namun hingga kini, keluarga korban masih berjuang mencari titik terang dan kejelasan administrasi untuk mendapatkan santunan dari Jasa Raharja.
Isak tangis masih menyelimuti kediaman Sri Atun (48), ibu kandung Dzaky. Ia kehilangan anaknya dalam peristiwa tragis pada Kamis, 22 Mei 2025, di kilometer 33+100 jalur Tambun–Bekasi. Tubuh korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan, diduga kuat tersambar kereta api yang melintas.
"Saya sudah cari semalaman waktu itu. Begitu denar ada mayat saya datang ke tkp, saya langsung tahu itu anak saya dari baju dan sandalnya,” tutur Sri Atun lirih. Dzaky diketahui pelajar kelas 3 SMP di Jakarta yang sedang berlibur di Tambun sambil menunggu pengumuman kelulusan.
Kendala muncul saat keluarga mengurus santunan Jasa Raharja. Proses klaim tak bisa diproses karena belum ada laporan resmi dari pihak KAI terkait jenis dan nomor kereta yang menabrak korban.
"Hingga sekarang tidak ada laporan dari masinis atau data resmi yang bisa jadi dasar untuk klaim. Kami sudah ke Stasiun Tambun, tapi belum juga ada kejelasan,” kata Siti, kerabat korban yang mendampingi keluarga bersama kuasa hukum.
Pihak keluarga, dibantu kuasa hukum Junnahbar, kini kembali mendatangi Polsek Tambun Selatan, Polres Metro Bekasi, untuk BAP ulang para saksi. “Hari ini saksi kami hadirkan untuk memberikan keterangan tambahan. Dari keterangan saksi, saat melihat korban memang tertemper (tersambar) kereta api.” ujarnya, Jumat (24/10/2025).
Kuasa hukum berharap agar pihak kepolisian segera mengeluarkan surat hasil penyelidikan sebagai dasar hukum administrasi.
"Kami mohon bantuan dan itikad baik dari Kepala Stasiun Tambun dan pihak KAI untuk memberi keterangan resmi. Keluarga korban ini hidup sangat sederhana, jangan biarkan mereka menunggu tanpa kepastian,” tegasnya.
Kepala Stasiun Tambun, Krisna, sebelumnya menyatakan bahwa pada tanggal kejadian tidak ada laporan dari masinis tentang kereta yang menabrak seseorang, hanya laporan penemuan jasad.
Namun kini, dengan hadirnya saksi-saksi yang memberikan keterangan baru kepada kepolisian, diharapkan kasus ini segera mendapat titik terang.
"Kami mohon belas kasih dan perhatian dari pihak terkait. Jangan biarkan keluarga kecil ini terus menanggung beban batin dan ekonomi selama berbulan-bulan,” tutur Junnahbar.
Di balik rel sunyi Tambun, Sri Atun terus menyimpan harapan sederhana — agar perjuangannya mendapat keadilan dan kepastian hukum.
"Anak saya sudah tidak ada, saya hanya ingin ada pengakuan dan bantuan yang memang haknya,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa di balik laporan dan prosedur, ada manusia yang menunggu keadilan. Semoga pihak terkait diantaranya, Kepolisian, KAI, dan Jasa Raharja segera memberi titik terang bagi keluarga korban.
(Red)

