WARTAKINIAN.COM - Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya melayangkan kritik tajam terhadap struktur dan rincian Anggaran Sekretariat Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun Anggaran 2025 yang mencapai lebih dari Rp 34,7 miliar.
Dalam sorotan publik yang semakin tajam terhadap transparansi dan efisiensi belanja daerah, PWRI menilai sejumlah pos anggaran tidak proporsional, bahkan menimbulkan dugaan kejanggalan dan potensi pemborosan.
Anggaran Penyedia: Rp 27 Miliar Lebih, 190 Pos Belanja
PWRI mencermati bahwa anggaran penyedia senilai Rp 27.023.571.048,- terbagi ke dalam 190 pos belanja dan kegiatan. Beberapa alokasi dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan birokrasi dan minim penjelasan publik. Di antaranya:
Belanja komunikasi dan langganan media seperti kawat, faksimili, internet, dan TV berlangganan sebesar Rp 437 juta, tanpa rincian kebutuhan teknis atau volume penggunaan.
Jasa tenaga keamanan dan kebersihan masing-masing sebesar Rp 296 juta dan Rp 1,5 miliar, namun tidak dijelaskan jumlah personel, sistem kerja, atau standar penggajian.
Belanja makanan dan minuman mencakup 21 pos dengan total Rp 1,8 miliar, termasuk untuk aktivitas lapangan, rapat, jamuan tamu, dan kepala daerah. PWRI mempertanyakan urgensi dan rasionalitas jumlah tersebut.
Medical check-up senilai Rp 1,27 miliar, yang dinilai terlalu besar untuk lingkup sekretariat dan tidak dijelaskan siapa saja yang diperiksa serta frekuensinya.
Belanja alat tulis kantor (ATK), kertas, bahan komputer, dan mebel yang jika dijumlahkan mencapai lebih dari Rp 3 miliar, menimbulkan pertanyaan tentang efisiensi dan kebutuhan aktual.
Belanja kendaraan bermotor penumpang senilai Rp 1,95 miliar, ditambah pemeliharaan dan suku cadang senilai Rp 490 juta, tanpa penjelasan jumlah unit, jenis kendaraan, dan penggunaannya.
Belanja sewa tanaman dan tanah taman senilai Rp 88,5 juta, yang tidak dijelaskan jenis tanaman, lokasi, dan durasi sewa.
Belanja barang untuk diserahkan kepada pihak ketiga dan masyarakat senilai Rp 7,3 miliar, namun tidak ada rincian siapa penerima dan jenis barang yang dimaksud. Belanja modal tanah untuk bangunan tempat kerja (JIC) senilai Rp 1,73 miliar, tanpa informasi lokasi dan luas tanah.
PWRI juga menyoroti pengulangan pos anggaran dengan judul serupa namun nilai berbeda, seperti belanja tenaga pelayanan umum dan penanganan prasarana, yang muncul lebih dari satu kali. Hal ini dinilai berpotensi menimbulkan tumpang tindih dan pemborosan.
Anggaran Swakelola: Rp 7,7 Miliar, 122 Pos Kegiatan. Tak kalah mencolok, anggaran swakelola Sekretariat Daerah sebesar Rp 7.782.832.122,- terbagi ke dalam 122 pos kegiatan. Beberapa yang disorot antara lain:
Belanja perjalanan dinas sebanyak 40 pos dengan total Rp 2,7 miliar, dinilai tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran dan tidak dijelaskan pejabat mana saja yang melakukan perjalanan. Belanja sosialisasi Rp 573 juta, tanpa penjelasan kegiatan, lokasi, atau target audiens.
Belanja makanan dan minuman rapat Rp 223 juta, yang sebelumnya sudah dianggarkan dalam penyedia, menimbulkan pertanyaan tentang duplikasi anggaran.
Honorarium pengelola keuangan, pengadaan barang/jasa, narasumber, moderator, dan panitia yang jika digabungkan mencapai lebih dari Rp 2,2 miliar, tanpa rincian jumlah personel dan kegiatan yang dilaksanakan.
Belanja lembur dan tenaga kesehatan masing-masing Rp 434 juta dan Rp 324 juta, tanpa kejelasan siapa penerima dan dasar penganggarannya.
Sosialisasi pembentukan daerah otonomi baru Tasikmalaya Selatan (Rembug Warga) dianggarkan ganda dalam dua pos berbeda, masing-masing Rp 140 juta dan Rp 85 juta, menimbulkan pertanyaan apakah kegiatan tersebut sama atau berbeda. Belanja pelayanan umum Rp 127 juta, yang juga muncul dalam anggaran penyedia dengan nilai Rp 315 juta.
Seruan Transparansi dan Akuntabilitas, PWRI Desak DPRD Kabupaten Tasikmalaya Untuk Jadwalkan Ulang Audiensi.
Ketua DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Chandra F. Simatupang, dalam konferensi pers menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal penggunaan anggaran daerah agar tidak keluar dari prinsip efisiensi dan akuntabilitas. “Kami bukan hanya wartawan, kami adalah penjaga nurani publik. Dan hari ini, nurani itu sedang berteriak,” tegasnya.
PWRI mendesak Komisi I DPRD Kabupaten Tasikmalaya untuk segera menjadwalkan ulang audiensi antara PWRI bersama Sekretariat Daerah yang sebelumnya Walk Out pada audiensi yang dijadwalkan pada tanggal 12 September 2025 yang lalu karena sejumlah pejabat terkait seperti Sekretaris Daerah, para Asisten Daerah, Kepala Bagian, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD), serta Inspektur Daerah tidak hadir dalam forum tersebut dan hanya mengirimkan perwakilan masing-masing.
PWRI pun berharap di audiensi selanjutnya pihak DPRD bisa menghadirkan seluruh pejabat terkait diatas untuk membuka ruang dialog publik, menjelaskan secara rinci setiap pos anggaran yang dinilai janggal dan tumpang tindih. PWRI Kabupaten Tasikmalaya juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Daerah untuk melakukan audit menyeluruh terhadap struktur anggaran tersebut.
Sorotan ini diharapkan menjadi momentum bagi Pemkab Tasikmalaya untuk melakukan reformasi dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran, agar belanja daerah benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat dan bukan sekadar formalitas birokrasi. PWRI menegaskan bahwa transparansi bukan hanya soal angka, tetapi soal kepercayaan publik yang harus dijaga,"tutup Chandra.
(WN)