• Jelajahi

    Copyright ©
    Sinyal Bekasi

    Iklan

    Praktisi Hukum Desak DPR Hentikan Tunjangan Rp 50 Juta, Sebut Rakyat Menjerit

    30/08/2025, 10:52 WIB Last Updated 2025-08-30T03:52:52Z

    PENULIS : ADE DWI HIDAYAT


    WARTAKINIAN.COM
    - Gelombang aksi demonstrasi di depan Gedung DPR berujung ricuh hingga merenggut nyawa seorang driver ojek online, Affan Kurniawan (21), yang tewas terlindas mobil taktis Brimob. Peristiwa ini menuai keprihatinan mendalam dari praktisi hukum, Maria Julianti Situmorang, SH., MH.


    “Sebagai praktisi hukum, saya merasa perlu menyampaikan pandangan atas situasi politik dan sosial yang kian memanas. Kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR hingga Rp50 juta per bulan jelas memicu keresahan rakyat, bahkan berujung pada demonstrasi besar-besaran di Jakarta. Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” tegas Founder-Managing Partner Rhen Situmorang and Partners ini awak media Sabtu (30/8/2025).


    Wanita yang juga tercatat sebagai Anggota DPC IKADIN Jakarta Barat periode 2022–2027 itu mengaku kecewa mendengar adanya tunjangan rumah anggota dewan sebesar Rp50 juta per bulan. Menurutnya, keputusan itu hanya memperdalam jurang antara wakil rakyat dan masyarakat.


    “Kemarahan rakyat ini sangat beralasan. Bagaimana mungkin para wakil rakyat tega menari di atas penderitaan rakyatnya sendiri? Saat ini masyarakat sulit mencari kerja, angka pengangguran terus naik, dan kemiskinan kian merajalela,” ungkap Rhen.


    Ia menegaskan, di tengah situasi krisis, DPR justru sibuk mengurus kenaikan gaji mereka. Padahal, uang tersebut bukan datang dari langit, melainkan dari pajak rakyat kecil yang setiap hari berjuang untuk hidup.


    “DPR lupa siapa yang memilih mereka. Tanpa suara rakyat, kursi empuk itu tak akan pernah mereka duduki. Wakil rakyat seharusnya memperjuangkan nasib rakyat, bukan kantong pribadi,” kritik Wakil Ketua DPC Peradi Jakarta Barat tersebut.


    Menurutnya, aksi demo besar-besaran merupakan konsekuensi logis dari suara rakyat yang tak lagi didengar. “Demo adalah bahasa rakyat ketika telinga wakilnya sudah tertutup. Konstitusi menjamin hak rakyat bersuara, dan hari ini rakyat sedang menagih janji,” ujarnya.


    Rhen juga mengecam keras tindakan aparat yang melukai rakyat dalam insiden tersebut. “Hati saya hancur membaca berita ini. Aparat yang seharusnya melindungi, justru melukai rakyat. Itu bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga kemanusiaan, bukti nyata penegakan hukum sedang krisis,” tegasnya.


    Secara hukum pidana, ia menilai peristiwa tewasnya Affan tidak bisa dianggap sepele. “Itu bisa masuk kategori penganiayaan yang mengakibatkan kematian (Pasal 351 ayat 3 KUHP) atau bahkan pembunuhan (Pasal 338 KUHP) jika ada unsur kesengajaan atau kelalaian berat. Polisi yang terlibat harus dihukum tegas, bahkan sampai pemecatan tidak hormat. Nyawa rakyat tidak boleh dipandang remeh,” tegas calon doktor hukum itu.


    Dalam pernyataannya, Rhen yang berkantor di Wisma IWI, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, menyerukan empat poin penting:


    1. DPR segera menghentikan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan.


    2. DPR kembali menjalankan amanat konstitusi dengan memperjuangkan lapangan kerja, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan rakyat.


    3. Polri wajib menindak tegas anggota Brimob yang melindas driver ojol. Hukum tidak boleh pandang bulu, karena nyawa rakyat tidak bisa diganti alasan apa pun.


    4. Negara harus kembali merangkul rakyat, mendengar aspirasi, dan berhenti menggunakan kekuasaan untuk menekan suara rakyat.


    “Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Rakyat menjerit, DPR berpesta, aparat melukai rakyat. Jika ini terus dibiarkan, kepercayaan rakyat kepada negara akan hancur,” pungkasnya.


    Sementara itu, melansir Kompas.com, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meluruskan informasi terkait tunjangan perumahan anggota Dewan Rp 50 juta per bulan yang memantik protes besar dari masyarakat. 


    Dasco mengatakan, tunjangan Rp 50 juta per bulan itu hanya diberikan kepada anggota DPR sejak Oktober 2024 atau sejak mereka dilantik hingga Oktober 2025. 


    Jumlah uang tersebut kemudian digunakan untuk mengontrak rumah selama anggota Dewan menjabat sejak Oktober 2024 hingga 2029 mendatang. 


    "Dari Oktober 2024 sampai dengan Oktober 2025, itu per bulan Rp 50 juta yang nantinya akan dipakai kontrak untuk selama 5 tahun periode 2024-2029," kata Dasco saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/8/2025). 


    Menurut Dasco, informasi yang dijelaskan para anggota dewan sebelumnya mengenai tunjangan perumahan itu kurang lengkap. 


    Ia menuturkan, sejak dilantik pada Oktober 2024, anggota DPR tidak lagi mendapatkan fasilitas rumah dinas dari negara. Fasilitas itu telah dikembalikan pada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). 


    (Red)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    PEMERINTAH

    +
    /*]]>*/