Bekasi - Rumah Sakit (RS) Ananda Tambun Selatan secara tegas membantah informasi yang menyebutkan bahwa kematian seorang pekerja di SPBU 34-17120, Pengasinan, Rawalumbu, Kota Bekasi, disebabkan oleh riwayat penyakit jantung.
Klarifikasi ini disampaikan menyusul beredarnya pemberitaan di puluhan media daring yang dianggap menyimpang dari fakta medis.
Kematian seorang pekerja SPBU 34-17120 sebelumnya ramai diberitakan dengan narasi bahwa Zulfikar, meninggal dunia akibat riwayat penyakit jantung.
Namun, pihak RS Ananda, tempat korban sempat dibawa, menyatakan korban datang dalam kondisi sudah tidak bernyawa, atau dengan diagnosis Dead on Arrival (DOA).
“Pada dasar nya sih dari ilmu kedokteran yaa, pasien ini masuk ke DOA, saat datang udah dalam keadaan henti jantung, sudah dalam keadaan meninggal dunia,” tegas Dr. Nessa Rahmadini, Direktur RS Ananda Tambun Selatan kepada Gensa Media Indonesia, Kamis (31/7/2025).
Klarifikasi ini disampaikan langsung oleh jajaran manajemen medis RS Ananda, yakni Dr. Nessa Rahmadini sebagai Direktur RS dan Dr. Hafiz Fadhli selaku Manajer Pelayanan Medis.
Pernyataan ini sekaligus meluruskan pemberitaan yang menyebutkan bahwa pihak RS menyatakan penyebab kematian Zulfikar adalah karena riwayat penyakit jantung.
Klarifikasi RS Ananda sangat krusial karena informasi yang beredar di media sebelumnya tidak mencerminkan data medis yang sesungguhnya.
“Kalau pasien sudah dinyatakan DOA, yaa penyebab nya itu agak sulit sih, apalagi untuk Dokter umum gitu ya, untuk menentukan penyebab pasti kematian nya, karena memang kami gak punya kompetensi kesitu,” jelas Dr. Nessa.
Sementara itu, Dr. Hafiz menambahkan bahwa perbedaan DOA dan DOE (Death on Emergency) perlu dipahami secara tepat oleh publik.
“Pembedanya adalah, ketika DOA, pasien yang belum di apa-apain nih, datang udah meninggal nih, secara klinis dan tanggung jawab dokter sebenarnya hanya menyatakan meninggal saja, lebih lanjutnya punya penyakit atau tidak, bukan kuasa dokter lagi. Tapi kalo DOE, jadi masih hidup datang, ditangani trus ada kejadian meninggal, bisa di mintain keterangan panjang tuh” ujarnya.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap jenazah korban, tim medis RS Ananda hanya melakukan pemeriksaan luar.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Muhammad Abi Syaifullah, dokter yang menangani korban pada saat kedatangan ke rumah sakit.
“Saat kita periksa disini memang bau bensin pak ya, soal penyebab kematian kami tidak bisa menyimpulkan, karena kemaren hanya lakukan pemeriksaan luar, kondisi luar, tanda tanda kekerasan gak ada. Cuma adanya bau bensin aja,” ungkap Dokter Abi seperti dikutip dari laman Gensa Media Indonesia yang terbit pada 29 Mei 2025.
Dengan tidak adanya tindakan otopsi atau investigasi lebih lanjut dari otoritas berwenang, penyebab kematian korban belum bisa dipastikan.
Oleh karena itu, pemberitaan yang menyatakan bahwa korban meninggal karena riwayat penyakit jantung yang keliru dianggap menyesatkan.
Pihak RS meminta agar media dan masyarakat tidak mengambil kesimpulan sepihak.
“Kalau hanya mendengar pernyataan dari satu pihak saja, seperti Arifin misalnya, lalu langsung dipublikasikan sebagai fakta, tentu sangat disayangkan. Ini bisa menyesatkan opini publik,” tegas seorang petugas RS Ananda yang enggan disebutkan namanya.
Kasus kematian pekerja SPBU 34-17120 ini perlu mendapat perhatian serius dari pihak berwenang, termasuk Kepolisian, dan Pengawas Ketenagakerjaan.
Penentuan penyebab kematian seharusnya dilakukan melalui prosedur medis yang sah dan bukan berdasarkan asumsi sepihak.
RS Ananda Tambun Selatan menegaskan bahwa mereka hanya menyatakan status pasien saat tiba di rumah sakit, bukan menyimpulkan penyebab kematiannya.
Mereka juga mengingatkan agar media massa lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi kepada publik agar tidak menimbulkan kegaduhan dan salah persepsi.**/tama
Catatan Redaksi:
Berita ini disusun berdasarkan wawancara langsung dengan pihak RS Ananda Tambun Selatan dan pemeriksaan silang terhadap informasi yang beredar di media. Semua pernyataan disampaikan dalam rangka memenuhi prinsip keberimbangan dan akurasi sesuai dengan kode etik jurnalistik.